Senin, 07 September 2015

TUGAS KELOMPOK
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN










Jurusan PGMI Kelas 1 A Kelompok 3 :
Nama Anggota            : 1. Malicha
                                      2. Eka Purnama Sari
                                      3. Desy Ayu Lestari
                                      4. Karinah
Pertanyaan :
1.      Analisa perbedaan civic education dan citizenship education
2.      Jelaskan kompetensi yang di harapkan dan di kuasai mahasiswa dari mata kuliah pkn
3.      Kemukakan visi dan misi pkn di perguruan tinggi serta telah sesuaikan dengan perkembangan zaman pada saat itu
4.      Jelaskan hubungan upaya bela negara pkn
5.      Jelaskan krisis konseptual yang terjadi pada kurikulum pkn di indonesia

Hasil diskusi
1.      A. Civic Education (Pendidikan Kewaranegaraan)

Mahoney dalam Budimansyah, D dan Surayadi K. (2008)  menjelaskan civic Educationmerupakan suatu proses pembelajaran semua mata pelajaran, kegiatan siswa, proses adminsitrasi dan pembinaan dalam upaya mengembangkan perilaku warga negara yang baik.
Azyumardi Azra dalam Darmadi (24:2010) Rumusan Civic Education  mencakup :
a.       Pemahaman dasar tentang cara kerja demokrasi dan lembaga-lembaganya
b.      Pemahan tentang “rule of law” dan Hak Asasi Manusia seperti tercermin dalam rumusan-rumusan perjanjian dan kesepakatan internasional dan local
c.       Penguatan ketrampilan partisipasi yang akan memperdayakan peserta didik untuk merespons dan memecahkan masalah-masalah masyarakat secara demokratis.
d.      Pengembangan budaya demokrasi dan perdamaian pada lembaga-lembaga pendidikan dan seluruh aspek kehidupan masyarakat.
     
                  Civic Education juga dapat di artikan sebagai Suatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substantif yang meliputi Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani melalui model pembelajaran yang demokraatis, interaktif dan humanis dalam lingkungan yang demoktaris, untuk mencapai suatu standar kompetensi yang telah ditentukan.
            B.   Citizenship Education (Pendidikan bagi Warga Negara)
Cogan dan Deriicot dalam  Wahab, Abdul Aziz dan Sapriya (32:2011) menjelaskana mengenai pengertian  lengkap mengenai Citizen, Citizenship dan Citizenship Education :
Sebuah Citizen didefinisikan sebagai anggota konstituen dari masyarakat. Kewarganegaraan di sisi lain, dikatakan seperangkat karakteristik menjadi warga negara. Dan akhirnya, Pendidikan Kewarganegaraan titik fokus yang mendasari penelitian, didefinisikan sebagai kontribusi pendidikan terhadap perkembangan karakteristik mereka.

            Jadi, perbedaan dari civic education dengan citizenship education  adalah civic education merupakan suatu program pendidikan yang meliputi demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani melalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif, dan humanis sedangkan citizenship education merupakan pendidikan bagi warganegara yang mendasari penelitian, didefinisikan sebagai konstribusi pendidikan terhadap perkembangan karakteristik mereka.
2.  Pada akhir perkuliahan mahasiswa-mahasiswi diharapkan dapat :
 1.  menjelaskan latar belakang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn),
 2.  menjelaskan landasan PKn,
 3.  menformulasikan pengertian PKn,
 4.  menganalisis ruang lingkup PKn , dan
 5.  mengimplementasikan nilai-nilai kompetensi dan tujuan PKn dalam     
       kehidupan nyata.
3.  Visi PKn :
Visi Pendidikan Kewarganegaraan  adalah: Terwujudnya Suatu Mata Pelajaran yang Berfungsi Sebagai Sarana Pembinaan Watak Bangsa (Nation and Character Building) dan Pemberdayaan warga negara (Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi ). Dalam era globalisasi perlu diarahkan pada pengembangan kualitas warga negara yang mencakup “spiritual development, sense of individual responsibility, and reflective and autonomous personality (Lee dalam Winataputra & Budimanyah, 2007).

     Misi PKn :
membantu mahasiswa agar mampu mewujudkan nilai dasar agama dan budaya serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dikuasainya dengan rasa tanggungjawab kemanusiaan. Dan juga membentuk warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.

4.         Hubungan antara upaya bela negara dengan Pendidikan Kewarganegaraan ialah dengan adanya pendidikan ini mengajarkan beberapa aspek moral, norma dalam bermasyarakat dan nilai-nilai pancasila, dengan hal ini diharapkan masyarakat memiliki rasa cinta tanah air, berjiwa patriotisme, dan mampu memecahkan permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat.

5.            Sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan kewarganegaraan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata pelajaran Civics atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan.

Kemudian dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan civics (d iterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara). Dalam kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang berisikan sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945. Sedangkan dalam kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara yang berisikan materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945. Sementara itu dalam Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan dan hak asasi manusia (Dept. P&K: 1968a; 1968b; 1968c; 1969). (Winataputra, 2006 : 1). Secara umum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara membahas tentang nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama dan kebudayaan (Somantri, 2001:298)

Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97)

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39), Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba,1967). Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya didominasi oleh proses value incucation dan knowledge dissemination. Hal tersebut dapat lihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku sehari-hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).

Dengan dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi tahun 2004 dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Tahun 2006 namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana secara substansi tidak terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Berbagai perubahan yang dialami dalam pengimplementasian PKn sebagaimana diuraikan diatas menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.

Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut :

(a)    Kewarganegaraan (1956)

(b)   Civics (1959)

(c)    Kewarganegaraan (1962)

(d)   Pendidikan Kewarganegaraan (1968)

(e)    Pendidikan Moral Pancasila (1975)

(f)    Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994)

(g)   Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003)


Dari penggunaan istilah  tersebut sangat terlihat jelas ketidakajegannya dalam mengorganisir pendidikan kewarganegaraan, yang berakibat pada krisis operasional, dimana terjadinya perubahan konteks dan format pendidikannya. Menurut Kuhn (1970) krisis yang bersifat konseptual tersebut tercermin dalam ketidakajekan konsep atau istilah yang digunakan untuk pelajaran PKn. Krisis operasional tercermin terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran yang tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep. Kedua jenis krisis tersebut terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai socio-political institution, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar